SEJARAH LINGUISTIK ARAB & PARA LINGUIS ARAB
A. Latar Belakang Masalah
B. Tokoh-Tokoh Linguistik Arab[5]
Linguistik Arab berkembang pesat karena kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci agama Islam, yaitu Quran, sedangkan bahasa kitab suci itu, menurut pendapat kebanyakan ulama Islam, tidak boleh diterjemahkan ke bahasa lain. Ditafsirkan memang boleh, tetapi diterjemahkan tidak. Ada dua aliran linguistik Arab, yaitu aliran Basrah dan aliran Kufah, yang namanya di ambil sesuai dengan nama kota tempat kedudukan para linguis itu. Aliran basrah mendapat pengaruh konsep analogi dari Zaman Yunani. Oleh karena itu, mereka berpegang teguh pada kereguleran dan kesisitematisan bahasa Arab. Sebaliknya, aliran Kufah memberikan perhatian kepada keanekaragaman bahasa; dan dalam beberapa hal tampaknya mereka menganut paham anomali.
Studi bahasa Arab mencapai puncaknya pada abad ke-8 dengan terbitnya buku tata bahasa Arab berjudul al-Kitab,atau yang lebih terkenal dengan nama kitab al-Ayn, karya Sibawaih dari kelompok linguistik Basrah.[1]
B. Rumusan MasalahStudi bahasa Arab mencapai puncaknya pada abad ke-8 dengan terbitnya buku tata bahasa Arab berjudul al-Kitab,atau yang lebih terkenal dengan nama kitab al-Ayn, karya Sibawaih dari kelompok linguistik Basrah.[1]
Dari latar belakang, dapat dirumuskan beberapa masalah berikut:
1.Bagaimana sejarah linguistik Arab?
2.Sebutkan tokoh dari sejarah linguistik Arab?
1.Bagaimana sejarah linguistik Arab?
2.Sebutkan tokoh dari sejarah linguistik Arab?
PEMBAHASAN
A. Sejarah Linguistik ArabSejarah perkembangan ilmu bahasa di dunia Timur di mulai dari India kurang lebih empat abad sebelum Masehi, hampir bersamaan dengan dimulainya sejarah ilmu bahasa didunia Barat (tradisi Yunani). Perkembangan bahasa di dunia Timur ini ditandai dengan munculnya karya Panini yang berjudul “Vyakarana”. Buku tersebut merupakan buku tata bahasa Sansekerta yang sangat mengagumkan dunia karena pada zaman sedini itu telah dapat mendeskripsikan bahasa Sansekerta secara lengkap dan saksama, teristimewa dalam bidang fonologinya. Sayangnya buku tersebut teramat sulit dipahami oleh orang awam. Hal itu menyebabkan seorang muridnya yang bernama Patanjali terpaksa harus menyusun tafsir atau penjelasannya yang diberi judul “Mahabhasa”.
Karya Panini itu berdasarkan dorongan atau motivasi religius. Para Brahmana dan Bramacarin dalam mengajarkan pemahaman dan pengalaman isi kitab Veda kepada para pengikutnya tidak dilakukan secara tertulis, melainkan secara lisan. Hal tersebut dilakukan agar hal pengucapannya benar-benar mendapat perhatian. Pengucapan yang salah tidak hanya menyebabkan mantranya tidak terkabul, akan tetapi justru akan mendatangkan malapetaka. Demikianlah anggapan mereka. Dengan anggapan semacam itu mengakibatkan mereka sangat cermat dan berhati-hati di dalam pengucapan. Untuk keperluan itu maka pengucapan/sistem fonologi bahasa Sansekerta dipelajari dengan tekun. Hasilnya memang sangat mengagumkan. Huruf Devanagari yang dipakai untuk melambangkan bunyi-bunyi bahasa Sansekerta sedemikan lengkapnya. Setiap bunyi diupayakan untuk dilambangkan dengan cara khas. Di seluruh dunia tidak ada bahasa yang secermat ini sistem bunyi dan sistem tulisnya. Banyak ahli bahasa Barat yang kagum dan terperanjat setelah mengetahui bahwa tata bahasa Sansekerta pada zaman yang sedini itu sudah memiki deskripsi bahasa yang tidak ubahnya dengan deskripsi ahli bahasa struktural di Barat pada awal abad dua puluh, atau katakanlah akhir abad sembilan belas. Bahkan banyak yang menilai bahwa deskripsi linguistik Panini ini merupakan deskripsi struktural yang paling cermat dan paling murni. Dengan demikian seandainya kita bandingkan antara Barat dan Timur dengan mengambil tarikh yang sama, maka dapat dikatakan bahawa ilmu bahasa di dunia Barat tertinggal dua puluh tiga abad dari dunia timur. Sayangnya puncak strukturalisme pada saat itu terputus sama sekali dan tidak ada kelanjutannya barang sedikitpun. Hal tersebut dapat kita pahami karena motivasinya bukanlah motivasi yang sifatnya linguistis tetapi motivasi religius.[2]
Karya Panini itu berdasarkan dorongan atau motivasi religius. Para Brahmana dan Bramacarin dalam mengajarkan pemahaman dan pengalaman isi kitab Veda kepada para pengikutnya tidak dilakukan secara tertulis, melainkan secara lisan. Hal tersebut dilakukan agar hal pengucapannya benar-benar mendapat perhatian. Pengucapan yang salah tidak hanya menyebabkan mantranya tidak terkabul, akan tetapi justru akan mendatangkan malapetaka. Demikianlah anggapan mereka. Dengan anggapan semacam itu mengakibatkan mereka sangat cermat dan berhati-hati di dalam pengucapan. Untuk keperluan itu maka pengucapan/sistem fonologi bahasa Sansekerta dipelajari dengan tekun. Hasilnya memang sangat mengagumkan. Huruf Devanagari yang dipakai untuk melambangkan bunyi-bunyi bahasa Sansekerta sedemikan lengkapnya. Setiap bunyi diupayakan untuk dilambangkan dengan cara khas. Di seluruh dunia tidak ada bahasa yang secermat ini sistem bunyi dan sistem tulisnya. Banyak ahli bahasa Barat yang kagum dan terperanjat setelah mengetahui bahwa tata bahasa Sansekerta pada zaman yang sedini itu sudah memiki deskripsi bahasa yang tidak ubahnya dengan deskripsi ahli bahasa struktural di Barat pada awal abad dua puluh, atau katakanlah akhir abad sembilan belas. Bahkan banyak yang menilai bahwa deskripsi linguistik Panini ini merupakan deskripsi struktural yang paling cermat dan paling murni. Dengan demikian seandainya kita bandingkan antara Barat dan Timur dengan mengambil tarikh yang sama, maka dapat dikatakan bahawa ilmu bahasa di dunia Barat tertinggal dua puluh tiga abad dari dunia timur. Sayangnya puncak strukturalisme pada saat itu terputus sama sekali dan tidak ada kelanjutannya barang sedikitpun. Hal tersebut dapat kita pahami karena motivasinya bukanlah motivasi yang sifatnya linguistis tetapi motivasi religius.[2]
Sebagaimana di Barat, masalah asal usul bahasa di Arab (Timur) juga menjadi fokus kajian para pemikir , seperti filsuf, ulama mutakallimin dan ulama’ bahasa sejak dulu. Mereka telah berusaha keras untuk memecahkan masalah ini. Tetapi kesimpulan yang mereka hasilkan tidak satu suara. Bahkan mereka terpecah menjadi beberapa pandangan. Jika diringkas menjadi seuah teori, pandangan mereka tentang asal usul bahasa terbagi menjadi empat teori, yang dikutip dari al-Hamd yaitu:[3]
a. Teori al-Tauqif waal-Ilham
a. Teori al-Tauqif waal-Ilham
Menurut teori ini, bahasa manusia merupakan ilham atau “wahyu” dari Allah swt. Manusia tidak memilki kemampuan untuk menciptakan bahasanya. Dengan demikian manusia dalam hal ini bersikap tauqify (menyerahkan masalah ini kepada Allah swt). Pandangan ini sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Filsuf Yunani yang berpandangan seperti ini adalah Heraklius (-480 SM). Kemudian diikuti oleh pemikir modern, seperti Lamert, seorang pendeta dari Prancis (-1711 M).
b. Teorial-Tawadhu’ wa al-Ishthilah
Menurut teori ini, bahasa itu diciptakan (tawadhu’ atau muwadha’ah) oleh manusia atau terjadi karena kesepakatan manusia. Kemudian setelah itu mereka baru bisa mengungkapkan ini dan itu dengan kosa kata yang disepakati mereka.
Adapun para ulama’ berpegang pada teori ini- menurut Ibnu Taymiyyah- adalah kelompok ulama mu’tazilah serta pengikutnya yang dipimpin oleh Abu Hasyim al-Jubbaiyy.
c. TeoriJam’u baina al-Tauqif wa al-Ishthilah
Teori ini adalah penggabungan antara teori yang pertama dan kedua, dan ulama’ yang menggabungkan keduanya adalah Ibnu Jinny, Abu Ali al-Farisi dan Abu Hasan al-Rummany. Berikut ini pandangan Ibnu Jinny tentang asal usul bahasa, apakah terjadi secara ilham atau istilah.
Adapun para ulama’ berpegang pada teori ini- menurut Ibnu Taymiyyah- adalah kelompok ulama mu’tazilah serta pengikutnya yang dipimpin oleh Abu Hasyim al-Jubbaiyy.
c. TeoriJam’u baina al-Tauqif wa al-Ishthilah
Teori ini adalah penggabungan antara teori yang pertama dan kedua, dan ulama’ yang menggabungkan keduanya adalah Ibnu Jinny, Abu Ali al-Farisi dan Abu Hasan al-Rummany. Berikut ini pandangan Ibnu Jinny tentang asal usul bahasa, apakah terjadi secara ilham atau istilah.
d. Teori al-Taqlid waal-Muhakat
Teori ini memandang bahwa asal mula bahasa adalah “peniruan” (muhakat)terhadap bunyi-bunyi atau suara-suara alamiah, seperti suara hewan, bunyi pepohonan, suara halilintar dan sebagainya. Diantara ulama’ yang mendukung teori in adalah Ibnu Jinny.
Adapun Sejarah linguistik Arab terbagi menjadi dua masa, yaitu sebagai berikut:[4]
1. Linguistik Arab Tradisional
Tidak bisa dipungkiri bahwa munculnya ilmu pengetahuan tentang kebahasa araban merupakan buah dari Islam. Karena sebelum Islam, tidak ada data sejarah yang menunjukkan bukti upaya orang Arab dalam menggali bahasa Arab.
Selain persoalan singgungan bahasa Arab dengan bahasa lain, ada hal lain yang menyebabkan pengkajian terhadap bahasa Arab menjadi marak saat itu. Kasus lahn (solecism; kesalahan berbahasa, khususnya kesalahan sintaksis) dan kekhawatiran penguasa terhadap keterjagaan bahasa Alquran. Orang Arab saat itu juga memiliki keinginan yang kuat untuk memahami Alquran dan menyelami kandungan maknanya. Keinginan ini juga turut dimilki oleh orang-orang Islam non Arab, yang mendorong mereka untuk mempelajari bahasa Arab dan Alquran.
Berbagai faktor diatas membuat orang Arab memulai mengkaji secara serius bahasa Arab. Para ahli bahasa Arab selalu berpegang pada Alquran, syair Arab, dan ungkapan yang kerap digunakan saat menetapkan kaidah gramatika bahasa Arab. hal yang sama juga mereka lakukan pada saat mereka membuat kamus. Upaya ini dilakukan secara serius. Mereka mengunjungi langsung lokasi para penutur bahasa Arab yang mempunyai dialek yang bermacam-macam. Tak jarang juga para penutur bahasa Arab yang berasal dari kawasan pedesaan mengunjungi Basrah dan Kuffah yang menjadi pusat pengkajian bahasa Arab saat itu. Untuk memberi gambaran bagaimana bahasa Arab tumbuh dan berkembang, berikut akan diungkapkan perjalanan bahasa Arab dalam tiga aspek: fonetik, sintaksis, dan leksikografi.
a. Fonetik Arab Tradisional
Para ahli bahasa Arab baru mengkaji fonetik sebagai bidang ilmu yang otonom pada era modern. Dulunya, mereka hanya mengungkapkan kajian ini bersama kajian sintaksis atau berada di pendahuluan kamus yang mereka tulis. Tokoh yang pertama kali melakukan upaya ini adalah Al-Khalil bin Ahmad (100-175 H) pada kamusnya ynga berjudul al-Ain.Ia menulis kamusnya berdasarkan cara artikulasi bunyi, bukan berdasarkan urutan abjad dalam huruf Arab. Pada bagian pendahuluan kamusnya, ia menunjukkan bahwa jumlah huruf Arab secara keseluruhan adalah 29 huruf.
Sibawaih (180 H), ahli bahasa Arab klasik lainnya, juga membicarakan persoalan fonetik ini dalam bukunya yang berjudul al-Kitab.Ia mengklasifikasikan bunyi dalam bahasa Arab yang sedikit berbeda dengan klasifikasi Al-Khalil. Ia juga berhasil menetapkan deskripsi bunyi, cara artikulasi, dan menjelaskan tempat artikulasinya dengan sangat detail.
Tokoh lainnya yang penting dikemukakan adalah Ibn Jinny (321-379 H) yang menulis karya dalam bidang fonetik yang berjudul Sirr Shina’ah al-Arab . hal terpenting yang dikemukakan oleh Ibnu Jinny dalam buku itu adalah deskripsi dan klasifikasi bunyi dalam lingkungannya, jumlah, urutan, dan cara artikulasi bunyi, perubahan bunyi saat berada dalam kalimat, dan teori tentang fashahah.
b. Sintaksis Arab Tradisional
Periode terpenting dalam sintaksis Arab tradisional adalah munculnya dua aliran terpenting dalam sejarah kajian kebahasaan Arab: Aliran Basrah dan aliran Kufah. Ad-Du’ali menjadi pelopor aliran Basrah. Meski demikian, banyak peneliti yang menyebut bahwa Al-Khalil bin Ahmad adalah pendiri sintaksis Arab tradisioanl. Usaha al-Khalil inilah yang kemudian di pakai Sibawaih dalam merumuskan sintaksis Arab tradisional. Karena Sibawaih yang menteorisasikan sintaksis Arab, maka Sibawaih pun di gelari sebagai pemuka “Pemuka Sintaksis Arab Tradisional”. Ini atas upayanya yang sering dalam menulis kaidah bahasa Arab yang tertuang dalam karyanya yang berjudul al-kitab, yang dijuluki sebagai “Qur’an al-Nahw”.
c. Leksikografi
Perkamusan Arab sangat beragam, baik dari segi aliran maupun metodenya. Di dunia Arab, kamus dibagi menjadi dua: mu’jam al-alfa;zh (kamus kosakata) dan mu’jam al-ma’ani (kamus istilah) yang tlah di rumuskan oleh tokoh-tokoh tertentu.
Selain dalam bidang fonetik, sintaksis, dan leksikografi, ada pula sekumpulan buku yang mengkaji karakteristik bahasa Arab secara umum, seperti al-Shahibi fi Fiqh al-Lughah wa Sunan al-Arabfi Kalamiha dan al-Khasha’ish karya Ibn Jinni, jugaFiqh al-Lughah wa Sirr al-Arabiyyah karya al-Tsa’alabi.
Gambaran perkembangan linguistik Arab tradisional yang sudah dikemukakan sebelumnya, memberi banyak informasi berharga. Pertama, para ahli bahasa Arab telah lama melakukan kajian kebahasaan, mulai dari kajian fonetik, sintaksis, morfologi, dan leksikografi. Kedua, kajian kebahasaan tersebut umumnya masih bersifat deskriptif. Ketiga, para ahli bahasa Arab saat itu belum melakukan analisis kontrastif yang memperbandingkan bahasa Arab dengan bahasa yang lain.
2. Linguistik Arab Modern
seperti ilmu yang lain linguisik ini mngalami perkembangan sesuai zaman dan tern pengkajian. pendekatan linguistik modern ini awal mulanya mendapat tantangan karena ahli bahasa pada waktu itu menolak dan merasa aneh ada pendekatan baru yang menggeser pendekatan yang sudah mereka kenali sebelumnya. hal ini membuat pendekatan linguistik mulanya tidak terlalu populer didunia Arab. Kajian-kajian bahasa Arab dengan pendekatan linguistik modern justru dilakukan oleh para ahli bahasa dari Barat.
Seiring berjalannya waktu, sikap dan anggapan itu bergeser. mulai ada usaha untuk mengkaji bahasa Arab dengan pendekatan modern, seperti al-Falsafah al-Lughawiyah wa al-Alfazh al-Arabiyah (1886) mengangkat karakter, fungsi, dan metode pengajaran bahasa. Dan juga menulis buku Tarikh al-Lughah al-Arabiyah (1904), memanfaatkan teori kebahasaan yang dianut pada abad 19 dan 20, juga kajian orientalis terhadap bahasa Arab dan bahasa Semit.
Selain linguis yang berasal dari Timur Tengah, linguis-linguis Barat yang mengkaji linguistik Arab, tidak lengkap bila tidak disebutkan sebagai tambahan informasi sejauh mana pengkajian bahasa Arab dengan pendekatan linguistik modern dilakukan. Usaha awal dalam mengkaji bahasa Arab dalam sudut pandang linguistik modern dilakukan oleh Wright dalam karyanya yang berjudul A grammar of the ArabicLanguage (1859). J. A. Haywood dan H. M. Nahmad yang menulis A New Arabic Grammar of the Written Language (1962), memberi sumbangan penting dalam analisis tata bahasa Arab secara linguistis.
Kerja ilmiah yang dilakukan oleh nama-nama belakangan inilah yang kemudian turut memperkaya kajian linguistik bahasa Arab dengan pendekatan modern di dunia Arab.
Adapun Sejarah linguistik Arab terbagi menjadi dua masa, yaitu sebagai berikut:[4]
1. Linguistik Arab Tradisional
Tidak bisa dipungkiri bahwa munculnya ilmu pengetahuan tentang kebahasa araban merupakan buah dari Islam. Karena sebelum Islam, tidak ada data sejarah yang menunjukkan bukti upaya orang Arab dalam menggali bahasa Arab.
Selain persoalan singgungan bahasa Arab dengan bahasa lain, ada hal lain yang menyebabkan pengkajian terhadap bahasa Arab menjadi marak saat itu. Kasus lahn (solecism; kesalahan berbahasa, khususnya kesalahan sintaksis) dan kekhawatiran penguasa terhadap keterjagaan bahasa Alquran. Orang Arab saat itu juga memiliki keinginan yang kuat untuk memahami Alquran dan menyelami kandungan maknanya. Keinginan ini juga turut dimilki oleh orang-orang Islam non Arab, yang mendorong mereka untuk mempelajari bahasa Arab dan Alquran.
Berbagai faktor diatas membuat orang Arab memulai mengkaji secara serius bahasa Arab. Para ahli bahasa Arab selalu berpegang pada Alquran, syair Arab, dan ungkapan yang kerap digunakan saat menetapkan kaidah gramatika bahasa Arab. hal yang sama juga mereka lakukan pada saat mereka membuat kamus. Upaya ini dilakukan secara serius. Mereka mengunjungi langsung lokasi para penutur bahasa Arab yang mempunyai dialek yang bermacam-macam. Tak jarang juga para penutur bahasa Arab yang berasal dari kawasan pedesaan mengunjungi Basrah dan Kuffah yang menjadi pusat pengkajian bahasa Arab saat itu. Untuk memberi gambaran bagaimana bahasa Arab tumbuh dan berkembang, berikut akan diungkapkan perjalanan bahasa Arab dalam tiga aspek: fonetik, sintaksis, dan leksikografi.
a. Fonetik Arab Tradisional
Para ahli bahasa Arab baru mengkaji fonetik sebagai bidang ilmu yang otonom pada era modern. Dulunya, mereka hanya mengungkapkan kajian ini bersama kajian sintaksis atau berada di pendahuluan kamus yang mereka tulis. Tokoh yang pertama kali melakukan upaya ini adalah Al-Khalil bin Ahmad (100-175 H) pada kamusnya ynga berjudul al-Ain.Ia menulis kamusnya berdasarkan cara artikulasi bunyi, bukan berdasarkan urutan abjad dalam huruf Arab. Pada bagian pendahuluan kamusnya, ia menunjukkan bahwa jumlah huruf Arab secara keseluruhan adalah 29 huruf.
Sibawaih (180 H), ahli bahasa Arab klasik lainnya, juga membicarakan persoalan fonetik ini dalam bukunya yang berjudul al-Kitab.Ia mengklasifikasikan bunyi dalam bahasa Arab yang sedikit berbeda dengan klasifikasi Al-Khalil. Ia juga berhasil menetapkan deskripsi bunyi, cara artikulasi, dan menjelaskan tempat artikulasinya dengan sangat detail.
Tokoh lainnya yang penting dikemukakan adalah Ibn Jinny (321-379 H) yang menulis karya dalam bidang fonetik yang berjudul Sirr Shina’ah al-Arab . hal terpenting yang dikemukakan oleh Ibnu Jinny dalam buku itu adalah deskripsi dan klasifikasi bunyi dalam lingkungannya, jumlah, urutan, dan cara artikulasi bunyi, perubahan bunyi saat berada dalam kalimat, dan teori tentang fashahah.
b. Sintaksis Arab Tradisional
Periode terpenting dalam sintaksis Arab tradisional adalah munculnya dua aliran terpenting dalam sejarah kajian kebahasaan Arab: Aliran Basrah dan aliran Kufah. Ad-Du’ali menjadi pelopor aliran Basrah. Meski demikian, banyak peneliti yang menyebut bahwa Al-Khalil bin Ahmad adalah pendiri sintaksis Arab tradisioanl. Usaha al-Khalil inilah yang kemudian di pakai Sibawaih dalam merumuskan sintaksis Arab tradisional. Karena Sibawaih yang menteorisasikan sintaksis Arab, maka Sibawaih pun di gelari sebagai pemuka “Pemuka Sintaksis Arab Tradisional”. Ini atas upayanya yang sering dalam menulis kaidah bahasa Arab yang tertuang dalam karyanya yang berjudul al-kitab, yang dijuluki sebagai “Qur’an al-Nahw”.
c. Leksikografi
Perkamusan Arab sangat beragam, baik dari segi aliran maupun metodenya. Di dunia Arab, kamus dibagi menjadi dua: mu’jam al-alfa;zh (kamus kosakata) dan mu’jam al-ma’ani (kamus istilah) yang tlah di rumuskan oleh tokoh-tokoh tertentu.
Selain dalam bidang fonetik, sintaksis, dan leksikografi, ada pula sekumpulan buku yang mengkaji karakteristik bahasa Arab secara umum, seperti al-Shahibi fi Fiqh al-Lughah wa Sunan al-Arabfi Kalamiha dan al-Khasha’ish karya Ibn Jinni, jugaFiqh al-Lughah wa Sirr al-Arabiyyah karya al-Tsa’alabi.
Gambaran perkembangan linguistik Arab tradisional yang sudah dikemukakan sebelumnya, memberi banyak informasi berharga. Pertama, para ahli bahasa Arab telah lama melakukan kajian kebahasaan, mulai dari kajian fonetik, sintaksis, morfologi, dan leksikografi. Kedua, kajian kebahasaan tersebut umumnya masih bersifat deskriptif. Ketiga, para ahli bahasa Arab saat itu belum melakukan analisis kontrastif yang memperbandingkan bahasa Arab dengan bahasa yang lain.
2. Linguistik Arab Modern
seperti ilmu yang lain linguisik ini mngalami perkembangan sesuai zaman dan tern pengkajian. pendekatan linguistik modern ini awal mulanya mendapat tantangan karena ahli bahasa pada waktu itu menolak dan merasa aneh ada pendekatan baru yang menggeser pendekatan yang sudah mereka kenali sebelumnya. hal ini membuat pendekatan linguistik mulanya tidak terlalu populer didunia Arab. Kajian-kajian bahasa Arab dengan pendekatan linguistik modern justru dilakukan oleh para ahli bahasa dari Barat.
Seiring berjalannya waktu, sikap dan anggapan itu bergeser. mulai ada usaha untuk mengkaji bahasa Arab dengan pendekatan modern, seperti al-Falsafah al-Lughawiyah wa al-Alfazh al-Arabiyah (1886) mengangkat karakter, fungsi, dan metode pengajaran bahasa. Dan juga menulis buku Tarikh al-Lughah al-Arabiyah (1904), memanfaatkan teori kebahasaan yang dianut pada abad 19 dan 20, juga kajian orientalis terhadap bahasa Arab dan bahasa Semit.
Selain linguis yang berasal dari Timur Tengah, linguis-linguis Barat yang mengkaji linguistik Arab, tidak lengkap bila tidak disebutkan sebagai tambahan informasi sejauh mana pengkajian bahasa Arab dengan pendekatan linguistik modern dilakukan. Usaha awal dalam mengkaji bahasa Arab dalam sudut pandang linguistik modern dilakukan oleh Wright dalam karyanya yang berjudul A grammar of the ArabicLanguage (1859). J. A. Haywood dan H. M. Nahmad yang menulis A New Arabic Grammar of the Written Language (1962), memberi sumbangan penting dalam analisis tata bahasa Arab secara linguistis.
Kerja ilmiah yang dilakukan oleh nama-nama belakangan inilah yang kemudian turut memperkaya kajian linguistik bahasa Arab dengan pendekatan modern di dunia Arab.
Tokoh linguistik arab tradisional
1. Mazhab Bashrah
a) Abu al Aswad al-Dualy
1. Mazhab Bashrah
a) Abu al Aswad al-Dualy
Ia adalah peletak dasar ilmu nahwu dan orang pertama yang meletakkan fondasi bahasa Arab, membuat metode, dan kiasnya. Membuat bab fa’il, maf’ul bih, mudhaf, huruf nashab, rafa’, jar, dan jazm. ialah orang yang juga memberi titik pada mushaf.
b) Sibawaih
Ia adalah ahli bahasa klasik yang membicarakan persoalan fonetik dalam bukunya yang berjudul al-Kitab. Ia menetapkan deskripsi bunyi, cara artikulasi, dan menjelaskan tempat artikulasinya dengan sangat detail.
c) Ibnu Jinni (321-379 H)
Ia adalah seorang tokoh dalam bidang fonetik yang mengarang kitab Sirr Shina’ah al-A’rab. Di dalam kitabnya itu ia mengemukakan deskripsi dan klasifikasi bunyi dalam lingkungannya, jumlah, urutan, dan cara artikulasi bunyi, perubahan bunyi saat berada dalam kalimat, dan teori tentang fashahah.[6]
d) Nashir bin ‘Ashim al-Litsiy
Ia adalah salah seorang ahli qiraat dan balaghah, membedakan huruf-huruf yang saling mirip. Lalu ia mengganti titik-titik yang digunakan Abu al-Aswad dengan titik-titik yang kita kenal sekarang yang dulunua hanya dengan alif (untuk bunyi fathah), wawu (untuk bunyi dhamah) dan ya (untuk bunyi kasrah). Abu al-Aswad memberi titik pada kata (kalimat) hanya untuk membedakan tiap akhir kata (mengi’rabi). Adapun tujuan Nashr memberi titik pada kata adalah untuk membedakan tiap huruf bagi orang ‘Ajam (nonarab), yang mana ketika itu masih sering terbalik antara satu huruf dan yang lainnya yang terdapat kemiripan.
e) Abu Amr bin al-A’la
Ia adalah ulama yang terkenal dan gemilang dalam kajian Al-Qur’an, bahasa dan nahwu. Ia adalah salah seorang ahli Qiraat sab’ah, fase-fase (sejarah) orang-orang Arab, dan Syair. Diantara murid-muridnya adalah Isa bin Umar, Yunus bin Hubaib, dan Abu al-Khaththab al-akhfasy.
f) Abdullah bin Abi Ishaq al-Hadhramiy
Ia adalah orang yang mengklasifikasikan pembahasan nahwu dan membuat kias. Ia adalah ulama pertama yang membuat men-ta’lil nahwu.
g) Khalil bin Ahmad
Ia adalah orang yang meletakkan kaidah-kaidah arudh (wazan syi’ir Arab klasik). Ia mengarang sebuah kitab klasik yang sangat terkenal, yaitu kitab al-‘Ain yang membuat batasan-batasan bahasa Arab. Ia merupakan guru Sibawaih.
2. Mazhab Kufah
a) Abu Ja’far al-Ruasiy
a) Abu Ja’far al-Ruasiy
Ia adalah ulama Kufah yang pertama menyusun kitab tentang (tata) bahasa Arab, yaitu kitab al-Faishal. Ia dianggap sebagai peletak pertama ilmu sharaf. Sebab dari tangannyalah muncul dua muridnya yang terkenal, yaitu al-Kisaiy dan al-Farra.
b) Al-Kisaiy
Adalah seorang ulama nonarab (a’jamiy). Ia merupakan salah seorang ahli qiraat sab’ah dan imam ahli Kufah dalam bidang bahasa Arab. Al-Kisaiy mengajar putra al-Rasyid yaitu al-Amin dan al-Ma’mun bersama Muhammad al-Hasan al-Syaibaniy.
c) Al-Farra
Ia belajar kepada Yunus bin Hubaib dan al-Ruasiy. Al –Farra adalah orang yang sangat fanatik kepada Sibawaih dan kitabnya. Ia adalah salah seorang ulama yang telah mengarang kitab ma’ani al-Qur’an yang belum pernah dikarang oleh ulama lain.
Tokoh mazhab modern (mazhab tajdid)
Adapun para ulama perintis mazhab tajdid adalah sebagai berikut:[7]
a). Ibrahim mustahafa dengan karyanya Ihya al-Nahwi
b). Abdurrohman Ayyub dengan karyanya Dirasat naqdiyyah fi al-Nahw al-Araby
c). Abdul Muta’aly al-Sha’id dengan karyanya al-nahw ah-Jadid
d). Mahdy Makhzumy dengan karyanya fi al-nahw al-Araby: Naq wa Taujih
e). Al-Muhamy Muhammad al-kisar dengan karyanya al-Miftah li Ta’rib al-nahwi
f). Ahmad Abd al-sitar al-Jawary dengan karyanya nahw al-taisir.
Tokoh mazhab modern (mazhab tajdid)
Adapun para ulama perintis mazhab tajdid adalah sebagai berikut:[7]
a). Ibrahim mustahafa dengan karyanya Ihya al-Nahwi
b). Abdurrohman Ayyub dengan karyanya Dirasat naqdiyyah fi al-Nahw al-Araby
c). Abdul Muta’aly al-Sha’id dengan karyanya al-nahw ah-Jadid
d). Mahdy Makhzumy dengan karyanya fi al-nahw al-Araby: Naq wa Taujih
e). Al-Muhamy Muhammad al-kisar dengan karyanya al-Miftah li Ta’rib al-nahwi
f). Ahmad Abd al-sitar al-Jawary dengan karyanya nahw al-taisir.
PENUTUP
A. Kesimpulan1. Sejarah linguistik Arab tradisional di bagi menjadi dua masa, yaitu:
a. Linguistik Arab tradisional
b. Linguistik Arab modern
a. Linguistik Arab tradisional
b. Linguistik Arab modern
2. Tokoh-tokoh Linguistik arab meliputi dua mazhab, yaitu mazhab Basrah dan mazhab Kufah.
a. Mazhab Basrah
a. Mazhab Basrah
- Abu al Aswad al-Dualy
- Sibawaih
- Ibnu Jinni (321-379 H)
- Nashir bin ‘Ashim al-Litsiy
- Abu Amr bin al-A’la
- Abdullah bin Abi Ishaq al-Hadhramiy
- Khalil bin Ahmad
- Sibawaih
- Ibnu Jinni (321-379 H)
- Nashir bin ‘Ashim al-Litsiy
- Abu Amr bin al-A’la
- Abdullah bin Abi Ishaq al-Hadhramiy
- Khalil bin Ahmad
b. Mazhab Kufah
- Abu Ja’far al-Ruasiy
- Al-Kisaiy
- Al-Farra
- Al-Kisaiy
- Al-Farra
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul, 2014, Linguistik Umum, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Soeparno, 2002, Dasar-dasar Linguistik Umum, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Hidayatullah, Syarif, 2012, Cakrawala Linguistik Arab, Tangerang: al-Kitabah.
Taufiq, wildan, 2015, Fiqih Lughah, Bandung: CV Nuansa Aulia.
Soeparno, 2002, Dasar-dasar Linguistik Umum, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Hidayatullah, Syarif, 2012, Cakrawala Linguistik Arab, Tangerang: al-Kitabah.
Taufiq, wildan, 2015, Fiqih Lughah, Bandung: CV Nuansa Aulia.
[1] Drs. Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), Hal. 343-344
[2] Soeparno, Dasar-Dasar Linguistik Umum, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002), hlm. 18-19.
[3] Wildan Taufiq, Fiqih Lughah,( Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2015), hal 22-29.
[4] Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, Tangerang: al-Kitabah, 2012, hal
[5] Op., Cit, Wildan Taufiq, hal. 195-201
[6] Op., Cit, Moch. Syarif Hidayatullah, hal. 20
[7] Op., Cit, Wildan Taufiq, hal. 118-119
[2] Soeparno, Dasar-Dasar Linguistik Umum, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002), hlm. 18-19.
[3] Wildan Taufiq, Fiqih Lughah,( Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2015), hal 22-29.
[4] Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, Tangerang: al-Kitabah, 2012, hal
[5] Op., Cit, Wildan Taufiq, hal. 195-201
[6] Op., Cit, Moch. Syarif Hidayatullah, hal. 20
[7] Op., Cit, Wildan Taufiq, hal. 118-119
Tidak ada komentar: