LINGUISTIK UMUM : PENJELASAN FONOLOGI

A.      Pengertian Fonologi
Secara etimologi fonologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Secara terminologi fonologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, baik yang mempelajari bunyi bahasa yang tanpa menghiraukan arti maupun yang tidak. [1]
قال الأستاد الدكتور أحمد مختار عمر " هو علم يدرس ويحلل ويصنف الأصوات الكلامية
من غير إشارة الي تطورها التارخيّ, وانما فقط بالإشارة الى كيفية إنتاجها وإنتقالها وإستقبالها[2]
التجريد
علم الأصوات هو علم يدرس ويحلل ويصنف الأصوات الكلاميةمن غير إشارة الي تطورها التارخيّ, وانما فقط بالإشارة الى كيفية إنتاجها وإنتقالها وإستقبالها
علم الأصوات على النوعين المهمين,الفونيتيك والفونيميك. فالفونيتيك او علم الصوتيات يدرس الأصوات ما ينطق الانسان فعلا و يصفه في جميع مراحله الفسيولوجية و الفيزيائية والادراكية. والفونيميك او علم وظائف الاصوات او علم الصوتيات الوظيفي او علم الاصوات الفونولوجي انه يدرس الاصوات من حيث قيمتها ووظيفتها في اللغة, اي: باعتبارها وحدات ذات وظيفة لغوية تفرق بين المعاني والدلالات

B.      Macam-macam Fonologi
Fonologi dibagi menjadi dua macam, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik adalah Ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa tanpa menghiraukan arti, sedangkan fonemik adalah ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa yang membedakan arti. Hal tersebut merupakan definisi dari aliran Amerika. Aliran Eropa atau aliran Kontinental menggunakan dua istilah saja, yakni fonetik dan fonologi. Pengertian fonetik sama dengan aliran Amerika, sedangkan pengertian fonologi agak berbeda. Yang dimaksud fonologi oleh aliran Kontinental adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa yang membedakan arti. Jadi sama dengan fonemik menurut aliran Amerika. Untuk pembicaraan selanjutnya akan digunakan cara Amerika sebab tampaknya lebih sistematik.[3]
1. Fonetik
    Menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu fonetik artikulasi, fonetik akustik dan fonetik auditoris. Fonetik artikulatoris mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diseidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya dan timbrenya. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita. Dari ketiga jenis fonetik ini, yang paling berurusan dengan dunia linguistik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika dan fonetik auditoris lebih berkenaan dengan bidang kedokteran.[4]
a. Alat Ucap sebagai bunyi bahasa pada dasarnya hanya terdiri atas dua hal, yakni pita suara
   sebagai sumber getar dan mulut/hidung sebagai saluran alat ucap.
b. Proses Fonasi, Terjadinya bunyi bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui batang tenggorok, yang di dalamnya terdapat pita suara. Supaya udara bisa terus keluar, pita suara itu harus berada dalam posisi terbuka. Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan satu-satunya untuk bisa keluar, entah melalui rongga mulut atau rongga hidung, udara tadi diteruskan ke udara bebas. Kalau udara yang dari paru-paru itu keluar tanpa mendapat hambatan apa-apa, maka kita tidak akan mendengar bunyi apa-apa, selain barangkali bunyi napas.
   Berkenaan dengan hambatan pada pita suara ini, perlu dijelaskan adanya empat macam posisi pita suara yaitu (a) pita suara terbuka lebar, (b) pita suara terbuka agak lebar, (c) pita suara terbuka sedikit, dan (d) pita suara tertutup rapat-rapat. Kalau posisi pita suara terbuka lebar, maka tidak akan terjadi bunyi bahasa. Posisi ini adalah posisi untuk bernapas secara normal. Kalau pita suara terbuka agak lebar, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi tak bersuara (voiceless). Kalau pita suara terbuka sedikit, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi bersuara (voice). Kalau pita suara tertutup rapat, maka akan terjadilah bunyi hamzah atau glotal stop.
   Sesudah  melewati pita suara, tempat awal terjadinya bunyi bahasa, arus udara diteruskan ke alat-alat ucap tertentu yang terdapat di rongga mulut atau rongga hidung, di mana bunyi bahasa tertentu akan dihasilkan. Tempat bunyi bahasa ini terjadi atau dihasilkan disebut tempat artikulasi; proses terjadinya disebut proses artikulasi; dan alat-alat yang digunakan juga disebut alat artikulasi, atau lebih lazim disebut artikulator. Dalam proses artikulasi ini, biasanya, terlibat dua macam artikulator, yaitu artikulator aktif dan artikulator pasif. Yang dimaksud dengan artikulator aktif adalah alat ucap yang bergerak atau digerakkan, misalnya bibir bawah, ujung lidah dan daun lidah. Sedangkan yang dimaksud dengan artikulator pasif adalah alat ucap yang tidak dapat bergerak, atau yang didekati oleh artikulator aktif, misalnya bibir atas, gigi atas dan langit-langit keras.
[5]
c. Tulisan Fonetik, Dalam studi linguistik dikenal adanya beberapa macam sistem tulisan dan ejaan, di antaranya tulisan fonetik untuk ejaan fonetik, tulisan fonemis untuk ejaan fonemis dan sistem aksara tertentu untuk ejaan ortografis.
   Dalam tulisan fonetik setiap huruf atau lambang hanya digunakan untuk melambangkan satu bunyi bahasa. Dalam berbagai buku fonetik atau fonologi, dan juga berbagai-bagai kamus bahasa Inggris kita jumpai berbagai macam tulisan fonetik. Setiap pakar bisa membuatnya sendiri, untuk keperluan sendiri, karena dianggap perlu. Namun, dalam studi linguistik dikenal adanya tulisan fonetik dari International Phonetic Alphabet (disingkat IPA), yang mulai diperkenalkan pada tahun 1886.
   Kalau dalam tulisan fonetik, setiap bunyi, baik yang segmental maupun yang suprasegmental, dilambangkan secara akurat, artinya setiap bunyi mempunyai lambang-lambangnya sendiri, meskipun perbedaannya hanya sedikit, tetapi dalam tulisan fonemik hanya perbedaan bunyi yang distingtif ssaja, yakni yang membedakan makna, yang diperbedakan lambangnya. Bunyi-bunyi yang mirip tetapi tidak membedakan makna kata tidak diperbedakan lambangnya. Selain tulisan fonetik dan tulisan fonemik, ada lagi tulisan lain, yaitu tulisan ortografi. Sistem tulisan ortografi dibuat untuk digunakan secara umum di dalam masyarakat suatu bahasa.[6]
d. Klasifikasi Bunyi, Bunyi bahasa diklasifikasikan menjadi konsonan (consonants, الصوامت) dan vokal (vowels, الصوائت).[7]
   1) Konsonan:Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga patokan atau kriteria, yaitu pita suara (auta:r shautiyyah; vocal cords), tempat artikulasi (makha:rij al-huruf; places of articulation), dan cara artikulasi (thari:qah al-nuthq; manner of articulation).
   2) Pita suara : berdasarkan posisi pita suara dibedakan adanya bunyi bersuara (voiced sound atau majhu:r) dan tidak bersuara (voiceless sound atau mahmu:s). Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi [b], [d], [g] dan [c]. Dalam bahasa Arab, berdasar hasil penelitian Bisyr (1990: 56) bunyi bersuara terdiri dari 15 bunyi berikut:[غ] [ع] [ذ] [ظ] [ي] [ج] [ر] [ز] [ل] [ن] [ض] [د] [م] [ب] [و] . Yang termasuk bunyi tidak bersuara antara lain, bunyi [s], [k], [p] dan [t].  Dalam bahasa Arab, beradasar hasil penelitian Bisry (1990: 87), bunyi tak bersuara terdiri dari 13 bunyi:[ء] [ﮬ] [ح] [خ] [ق] [ك] [ص] [ش] [س] [ط] [ت]  [ث] [ف].
[8]
   3) Tempat artikulasi:Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal antara lain, konsonan:
      i.    bilabial (antara bibir atas dan bibir bawah),
      ii.   labiodental (antara bibir bawah dan gigi atas),
      iii.  apikodental (antara ujung lidah dan gigi atas),
      iv.   apikoalveolar (antara ujung lidah dan alveolum),
      v.    apikopalatal (antara ujung lidah yang tertekuk dan alveolum),
      vi.   laminopalatal (antara daun lidah dan palatum),
      vii.  dorsovelar(antara pangkal lidah dan velum),
      viii. faringouvular (antara pharynx dan uvula), dan
      ix.   laringolotal (antara larynx dan epiglottis).
   4) Cara artikulasi:Berdasarkan cara artikulasi, dapat kita bedakan adanya konsonan:
      i.    stop (hambat total),
      ii.   afrikatif (pertengahan antara hambat dan geser),
      iii.  frikatif (geseran udara dengan saluran ucap),
      iv.   nasal (udara melalui hidung),
      v.    lateral (udara lewat sisi kiri kanan lidah),
      vi.   getar (bergetarnya ujung lidah), dan
      vii.  semivokoid (saluran ucap hampir-hampir terhambat).
Apabila dibuat denah adalah sebagai berikut:[9]
     5) Vokal:Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal bisa bersifat horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u]; vokal tengah, misalnya, bunyi [e] dan [....]; dan vokal belakang, misalnya, bunyi [u] dan [o]. Kemudianmenurutbentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar. Disebut vokal bundar karena bentuk mulut membundar ketika mengucapkan vokal itu, misalnya vokal [o] dan vokal [u]. Disebut vokal tak bundar karena bentuk mulut tidak membundar, melainkan melebar, pada waktu mengucapkan vokal tersebut, misalnya, vokal [i]  dan vokal [e].
Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut itulah kemudian kita memberi nama akan vokal-vokal itu, misalnya:
[i]   adalah vokal depan tinggi tak bundar
[e]   adalah vokal depan tengah tak bundar
[...] adalah vokal pusat tengah tak bundar
[o]   adalah vokal belakang tengah bundar
[a]   adalah vokal pusat rendah tak bundar[10]
Dalam bahasa arab yang dimaksud vokal adalah harakat. Harakat menurut para ahli bahasa arab terdahulu hanya membagi harakat menjadi fathah, kasrah dan dlammah. Sedangkan dalam perkembangannya, para ahli bahasa arab membagi harakat menjadi dua, yaitu:
a) harakat pendek (الحركات القصيرة  ), terdiri dari fathah, kasrah dan dlammah
b) harakat panjang (الحركات الطويلة  ), terdiri dari alif, wawu dan ya’.[11]
2. Fonemik
Fonemik khusus mempelajari bunyi-bunyi bahasa yang membedakan arti saja. Bunyi bahasa yang membedakan arti itu disebut fonem. Dengan demikian, fonemik mempelajari fonem-fonem dan segala realisasi dan variasinya.
a. Macam Fonem: Secara garis besar fonem terbagi atas dua macam, yaitu fonem segmental dan fonem suprasegmental. Fonem segmental adalah fonem yang mempunyai tempat di dalam urutan atau deretan sintagmatik. Fonem suprasegmental adalah fonem yang tidak memiliki tempat di dalam urutan sintagmatik. Keberadaannya di dalam urutan menumpang pada fonem segmental. Fonem suprasegmental ini biasa juga disebut fonem prosodi.
1) Fonem Segmental, terdiri atas vokal dan konsonan. Ada nama yang juga sering disebut karena berkaitan dengan vokal dan konsonan, yaitu diftong dan klaster. Diftong sering didefinisikan sebagai gabungan dua vokal. Hal ini sebenarnya tidak tepat. Di dalam satu suku hanya ada satu vokal (puncak sonoritas), dengan demikian di antara yang dikatakan dua vokal itu tentu ada salah satu yang puncak sedangkan yang lain bukan puncak. Jika bukan puncak tentulah bukan vokal, kemungkinannya glide atau luncuran atau semivokal. Jadi diftong yang paling tepat adalah gabungan vokal dan semivokal dalam batas silabel.
         Contoh bahasa indonesia:silau / silaw /, Pisau / pisaw /, Harimau / harimaw /. Huruf  u  terakhir itu bukanlah vokal /u/, melainkan semivokal /w/.
         Klaster adalah gugus konsonan dalam batas silabel. Berdasarkan posisinya dalam suku kata ada dua macam klaster, yaitu klaster inisial dan klaster final.
         Klaster inisial       : /drama/, /tradisi/
         Klaster final         : /film/, /modern/.
      2) Fonem Suprasegmental, tidak mempunyai tempat di dalam struktur. Kehadirannya hanya “membonceng” pada fonem segmental atau struktur lain. Fonem suprasegmental ini terdiri atas tiga macam, yakni stress (tekanan), tone (nada),atau pitch, dan length (kepanjangan). Bahasa yang mengenal fonem-fonem suprasegmental ini antara lain:
         Stress : Inggris, Belanda, Jerman
         Pitch  : Vietnam, China, Gola (di Liberia)
         Length : Sanskerta, Belanda, inggris.
         Dalam bahasa Indonesia ketiga macam prosodi tersebut tidak membedakan arti (tidak fonemis), akan tetapi jika bergabung bersama akan membentuk suatu lagu (intonasi). Intonasi ini membedakan arti dan biasanya terdapat pada kalimat.
    b. Cara Menentukan Fonem, tidak menggunakan deretan paradigmatik, akan tetapi menggunakan pasangan minimal. Hal ini disebabkan fonem merupakan unsur bahasa yang belu mempunyai arti, melainkan hanya mendukung arti atau mengandung arti atau membedakan arti. Pasangan minimal atau minimum pairs adalah pasangan bunyi-bunyi yang secara artikulatoris berdekatan di dalam lingkungan yang sama. Bunyi-bunyi yang daerah artikulasinya berdekatan biasanya merupakan bunyi-bunyi yang meragukan. Pasangan bunyi-bunyi yang meragukan atau mencurigakan tersebut dinamakan suspicious pairs. Bunyi-bunyi yang mencurigakan inilah yang biasanya dites dalam pasangan minimal untuk menentukan apakah bunyi-bunyi tersebut berstatus fonem atau tidak.
       Contoh pasangan minimal dalam bahasa Jawa:milih /milih/‘memilih’ vs. nyilih /ñilih/ ‘meminjam’, kutuk /kutu’/ ‘ikan gabus’ vs. kuthuk/kutu’/ ‘anak ayam’, pati /pati/ ‘kematian’ vs. pathi /paţi/ ‘sari’
       Di dalam deret pengetesan itu ternyata /m/ dan /ñ/ membedakan arti, dengan demikian keduanya berstatus fonem. Demikian halnya /t/ dan /ţ}/ di dalam bahasa Jawa masing-masing berstatus fonem.
    c. Alofon, Arkhifonem, dan variasi terbatas
       1) Alofon adalah variasi fonem karena pengaruh lingkungan. Oleh karena fonem merupakan suatu nama realisasinya berwujud alofon-alofon. Sifat alofon adalah fonotis, jadi tidak membedakan arti. Pengucapan fona vokoit pada suku akhir tertutup untuk kataampun dan simpul berbeda pengucapannya apabila kata-kata tersebut sudah di tambah dengan akhiran –an yang menjadi ampunandan simpulan. Yang pertama pengucapannya sebagai vokoit belakang—tinggi – bundar, sedangkan yang kedua sebagia vokoit belakang—madya—tinggi—bundar. Simbol fonetisnya yang pertama sebagai [u] dan yang kedua [U]. Pada pasangan [ampUn] dan [ampunan] serta [simpUl] dan [simpulan] ternyata tidak membedakan arti. Keduanya berbeda hanya karna pengaruh lingkungan, yaitu yang pertama pada lingkungan suku tertutup dan yang kedua pada lingkungan suku yang terbuka. Oleh karna itu keduanya berstatus sebagai alofon yang tergolong dalam satu fonem, yakni fonem / u/. Fonem / u/ mempunyai dua alofon, yaitu [u] dan [U].
       2) Arkhifonem adalah fonem yang pada suatu posisi tertentu kehilangan ciri pembedanya atau kehilangan kontrasnya. Fonem /d/ dan /t/ masing-masing berstatus sebagia fonem. Hal ini tampak pada kontras antara /dari/ vs /tari/, /dada/ vs /tata/ dan sebagainya. Akan tetapi pada pasangan /murid/ vs /murit/ dan /abad/ vs /abat/ ternyata /d/ dan /t/ telang kehilangan kontras sehingga /d/ dan /t/ disitu di namakan arkhifonem.
       3) Variasi bebas yang dimaksud disini adalah variasi fonem yang tidak disebabkan oleh kondisi lingkungan tertentu dan juga tidak disebabkan oleh posisi tertentu, akan tetapi hanya terjadi pada kata-kata tertentu saja. Oleh karena itu adapula yang menyebutnya variasi terbatas. Misalnya fonem /i/ dan /e/ pada kata /nasihat/ dan /nasehat/, /u/ dan /o/ pada kata /lobang/ dan /lubang/.[12]
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Fonologi menurut etimologi adalah ilmu yang mempelajari suara, sedangkan secara terminologi, fonologi adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bunyi bahasa secara umum, baik yang mempelajari bunyi bahasa yang tanpa menghiraukan arti maupun yang tidak.
Fonologi dibagi menjadi dua macam, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik adalah  Ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa tanpa menghiraukan arti, sedangkan fonemik adalah ilmu bahasa yang mempelajari bunyi bahasa yang membedakan arti. Ada juga yang membaginya menjadi fonetik dan fonologi. Fonetik pengertiannya sama dengan yang telah disebutkan, sedangkan fonologi penngertiannya sama dengan fonemik.
[1]Soeparno, Dasar-Dasar Linguistik Umum, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002, hal. 79.
[2]ماريوياي,اسس علم اللغة,عالم الكتب 1998.صف46.
[3]Soeparno,Op. Cit., hal. 79-80.
[4]Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2014, hal. 103.
[5]Ibid., hal. 106-108.
[6]Ibid., hal. 109-110.
7كتاب المادة، علم اللغة العام، صف 318.
[8]Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, Tangerang: Alkitabah, 2012, hal. 40.
[9]Soeparno, Loc. Cit., hal. 83-84.
[10]Abdul Chaer, Loc. Cit., hal. 113-114.
11 كتاب المادة، المرجع السابق، صف 319.
[12]Soeparno, Loc. Cit., hal. 86-90.

Tidak ada komentar:

Translate

Diberdayakan oleh Blogger.