Fase-fase Perkembangan Peserta Didik


    Tahap-tahap perkembangan manusia menurut para psikolog berbeda-beda tergantung pandangan mereka tentang teori perkembangan. Rousseau membagi tahap perkembangan manusia menjadi empat tahap, yaitu:
    1.   Masa Bayi (usia dari 0-2 tahun)
    Bayi mengalami dunia langsung lewat indranya. Mereka tidak mengetahui idea tau pemikiran apapun, mereka hanya merasakan panas, dingin, enak atau sakit. Mereka menggunakan gramatika sendiri ketika berkomunikasi dengan orang dewasa. Mereka memperbaiki pengertia mereka sendiri meskipin orang lain tidak memperbaikinya.
    2.   Masa Kanak-kanak Awal (usia 2-12 tahun)
   Masa ini dimulai ketika anak mulai memiliki idependensi baru. Mereka sudah bisa berjalan, berbicara, makan sendiri, dan berlari kesana kemari. Anak masih melekat pada hal-hal yang kongkret. Mereka belum mampu memahami hal-hal yang bersifat abstrak. Pemikiran mereka masih terbatas pada hal-hal yang bersifat pra operasional dan operasional konkret.
   3.    Masa Kanak-kanak Akhir (usia 12 sampai 15 tahun)
   Masa ini transisi masa anak ke masa dewasa. Anak berada pada tahap prasosial, dimana anak hanya memperhatikan apa yang berguna bagi dirinya sedikit saja dari mereka yang memiliki kepedulian terhadap menjaga hubungan dengan orang lain.
   4.    Masa Dewasa (usia 15-akhir hidup)
   Pada masa ini anak mulai merasa malu berhadapan dengan lawan jenis karena kesadarannya terhadap perasaan seksual yang mulai meningkat. Mereka lebih membutuhkan orang lain. Kognitif mereka juga berkembang. Mereka mulai memahami konsep-konsep yang abstrak.
    Fase-fase perkembangan menurut Piaget meliputi kemampuan intelegensi, kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses informasi, berfikir logika, memecahkan masalah kompleks menjadi simple dan memahami ide yang abstrak menjadi konkrit, bagaimana menimbulkan prestasi dengan kemampuan yang dimiliki anak.
    1.   Tahap sensori – motor ( 0 – 2 tahun)
   Perilaku anak banyak melibatkan motorik, belum terjadi kegiatan mental yang bersifat simbolis (berpikir). Sekitar usia 18 – 24 bulan anak mulai bisa melakukan operations, awal kemampuan berfikir.
    2.   Tahap pra operasional ( 2 – 7 tahun)
a. Tahap pra konseptual (2 – 4 tahun) anak melihat dunia hanya dalam hubungan dengan dirinya, pola pikir egosentris. Pola berfikir ada dua yaitu: transduktif; anak mendasarkan kesimpulannya pada suatu peristiwa tertentu (ayam bertelur jadi semua binatang bertelur) atau karena ciri–ciri objek tertentu (truk dan mobil sama karena punya roda empat). Pola penalaran sinkretik terjadi bila anak mulai selalu mengubah–ubah kriteria klasifikasinya. Misal mula–mula ia mengelompokkan truk, sedan dan bus sendiri–sendiri, tapi kemudian mengelompokkan mereka berdasarkan warnanya, lalu berdasarkan besar–kecilnya, dst.
b. Tahap intuitif( 4 – 7 tahun) pola pikir berdasar intuitif, penalaran masih kaku, terpusat pada bagian-bagian tertentu dari objek dan semata–mata didasarkan atas penampakan objek.
    3.   Tahap operasional konkrit ( 7 – 12 tahun)
   Konversi menunjukkan anak mampu menawar satu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya, bila tidak ditambah atau dikurangi maka volumenya tetap. Seriasi menunjukan anak mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam cirinya seperti: tinggi, besar, kecil, warna, bentuk, dst.
    4.   Tahap operasional – formal (mulai usia 12 tahun)
   Anak dapat melakukan representasi simbolis tanpa menghadapi objek–objek yang ia pikirkan. Pola pikir menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.
    Sedangkan perkembangan psikososial menurut Erikson yaitu proses perkembangan yang tergantung pada bagaimana individu menyelesaikan tugas perkembangannya pada tahap itu, yang paling penting adalah bagaimana memfokuskan diri individu pada penyelesaian konflik yang baik itu berlawanan atau tidak dengan tugas perkembangannya. Perkembangan Psikososial :
    1.   Trust vs. Misstrust ( 0 – 1 tahun) 
   Kebutuhan rasa aman dan ketidakberdayaannya menyebabkan konflik basic trust dan misstrust, bila anak mendapatkan rasa amannya maka anak akan mengembangkan kepercayaan diri terhadap lingkungannya, ibu sangat berperan penting.
    2.   Autonomy vs shame and doubt ( 2 – 3 tahun)
  Organ tubuh lebih matang dan terkoordinasi dengan baik sehingga terjadi peningkatan keterampilan motorik, anak perlu dukungan, pujian, pengakuan, perhatian serta dorongan sehingga menimbulkan kepercayaan terhadap dirinya, sebaliknya celaan hanya akan membuat anak bertindak dan berfikir ragu–ragu. Kedua orang tua objek sosial terdekat dengan anak.
    3.   Initiatif vs Guilty (3 – 6 tahun)
  Bila tahap sebelumnya anak mengembangkan rasa percaya diri dan mandiri, anak akan mengembangkan kemampuan berinisiatif yaitu perasaan bebas untuk melakukan sesuatu atas kehendak sendiri. Bila tahap sebelumnya yang dikembangkan adalah sikap ragu-ragu, maka ia akan selalu merasa bersalah dan tidak berani mengambil tindakan atas kehendak sendiri.
    4.   Industry vs inferiority (6 – 11 tahun)
   Logika anak sudah mulai tumbuh dan anak sudah mulai sekolah, tuntutan peran dirinya dan bagi orang lain semakin luas sehingga konflik anak masa ini adalah rasa mampu dan rendah diri. Bila lingkungan ekstern lebih banyak menghargainya maka akan muncul rasa percaya diri tetapi bila sebaliknya, anak akan rendah diri.
    5.   Identity vs Role confusion ( mulai 12 tahun)
   Anak mulai dihadapkan pada harapan–harapan kelompoknya dan dorongan yang semakin kuat untuk mengenal dirinya sendiri. Ia mulai berpikir bagaimana masa depannya, anak mulai mencari identitas dirinya serta perannya, jika ia berhasil melewati tahap ini maka ia tidak akan bingung menghadapi perannya.
    6.  Intimacy vs Isolation ( dewasa awal )
   Individu sudah mulai mencari pasangan hidup. Kesiapan membina hubungan dengan orang lain, perasaan kasih sayang dan keintiman, sedang yang tidak mampu melakukannya akan mempunyai perasaan terkucil atau tersaing.
    7.   Generativy vs self absorbtion ( dewasa tengah )
   Adanya tuntutan untuk membantu orang lain di luar keluarganya, pengabdian masyarakat dan manusia pada umumnya. Pengalaman di masa lalu menyebabkan individu mampu berbuat banyak untuk kemanusiaan, khususnya generasi mendatang tetapi bila tahap-tahap silam, ia memperoleh banyak pengalaman negatif maka mungkin ia terkurung dalam kebutuhan dan persoalannya sendiri.
   8.   Ego integrity vs Despair (dewasa lanjut)
   Memasuki masa ini, individu akan menengok masa lalu. Kepuasan akan prestasi, dan tindakan-tindakan dimasa lalu akan menimbulkan perasaan puas. Bila ia merasa semuanya belum siap atau gagal akan timbul kekecewaan yang mendalam.

Tidak ada komentar:

Translate

Diberdayakan oleh Blogger.