SEJARAH BUKA LUWUR MENARA KUDUS

    Syekh Ja’far Shadiq, yang dikenal dengan sebutan Sunan Kudus, adalah putra Raden Usman Haji yang bergelar Sunan Ngudung di Jipang Panolan. Beliau adalah Imam ke-lima atau Imam terakhir masjid Kerajaan Demak Bintoro. Sunan Kudus mendakwahkan agama Islam di sekitar daerah yang dahulu dikenal dengan daerah Tajug dan sekitar Jawa Tengah pesisir utara. Sunan Kudus juga merupakan Senopati dari kerajaan Islam Demak. Meski tidak ada data yang pasti tentang waktu wafat beliau, sejarawan memperkirakan bahwa Sunan Kudus wafat sekitar tahun 1555 M.    Sebagaimana tradisi muslim di dunia, sebelum berkuasanya kaum salafi-wahabi, setelah wafat, diatas makam para tokoh kharismatik ataupun penguasa muslim yang dianggap suci didirikan suatu bangunan yang di jawa biasa disebut cungkup.  Fungsi cungkup tidak hanya melindungi makam dari terik sinar matahari atau hujan, namun sebenarnya lebih berfungsi sebagai tempat orang-orang yang berziarah.
     Selain adanya  makam oarang suci atau wali beserta masjidnya, dapat ditemukan langgar di radius beberapa ratus. Di kompleks sunan kudus ada nama Langgar Dalem yang dipercaya sebagai daerah tempat tinggal Kanjeng Sunan Kudus.  kini fungsi utama langgar di dunia muslim Asia Selatan adalah tempat memasak maknan yang dibagikan secara gratis bagi para peziarah atau tempat menyiapkan acara kanduri. Sementara itu, di Jawa sepertinya tradisi ini semakin ditinggalkan, khususnya berkenaan dengan kemenyan dan lentera. Semua ini adalah warisan dari kebudayaan Sufi di Dunia Islam berabad-abad sebelum hegemoni gelombang salafisme-Wahabisme pada abad 1920 an. Upacara semacam Buka Luwur dalam tradisi Indo-pakistan ini dikenal juga dengan prosesi tahunan pengantian Chaddar.
    Datangnya Bulan Muharram sering dimanfaatkan oleh umat Islam di Indonesia sebagai waktu yang tepat untuk memberi santunan kepada anak-anak yatim. Banyak juga dari masyarakat Indonesia menyambut bulan ini dengan cara yang lain. Misalnya di kota kudus terdapat satu tradisi yang sangat terkenal di kalangan masyarakat, yaitu buka luwur makam Sunan Kudus. Tradisi ini dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 1 sampai 10 Muharram. Banyak masyarakat tertarik untuk berpartisipasi dalam acara ini. Mereka datang dari berbagai  ada juga yang dari luar negeri.
Buka Luwur Makam Sunan Kudus
     Terutama masyarakat Jawa menganggap makam sebagai tempat yang sakral, sebagian masyarakat yang mempercayainya bukan hanya sekadar tempat menyimpan mayat, akan tetapi makam adalah tempat yang keramat karena disitu dikuburkan jasad orang keramat. Orang keramat yakni tokoh-tokoh yang dianggap memiliki kekuatan seperti sunan.  Hal inilah yang membuat banyak masyarakat berantusias mengikuti acara Buka Luwur dengan harapan agar mendapatkan berkah dari Sunan Kudus.

SEJARAH BUKA LUWUR

    Di kalangan masyarakat Jawa terdapat banyak tradisi peninggalan Hindu-Buddha yang sudah disisipi ajaran Islam, salah satunya adalah ritual buka luwur makam Sunan Kudus. Ritual buka luwur makam Sunan Kudus adalah ritual penggantian kain kelambu / kain mori atau kafan (luwur) yang digunakan untuk membungkus nisan, cungkup, makam, serta bangunan di sekitar makam Sunan Kudus.
     Ritual Buka Luwur Makam Sunan Kudus sudah ada sejak ratusan tahun lalu yang tidak diketahui sacara pasti, namun yang jelas setelah wafatnya Sunan Kudus.  Ritual ini Puncak upacara yang dilaksanakan setiap tahun tersebut adalah pemasangan luwur baru pada tanggal 10 Muharram. Kyai Sepuh terdahulu mengadakan ritual buka luwur makam Sunan Kudus untuk menghormati jasa Sunan Kudus. Ritual ini diselenggarakan untuk memperingati wafatnya sunan kudus yang belum diketahui secara pasti. Sehingga para ulama sepakat mengadakan puncak ritual buka luwur makam Sunan Kudus pada tanggal 10 Muharram.  Selain itu, buka luwur diadakan pada tanggal 10 Syuro atau 10 Muharram, karena pada tanggal tersebut diyakini bahwa ilmu Tuhan (dari langit) diturunkan ke bumi, sehingga tanggal tersebut dianggap keramat.

     Ritual buka luwur makam Sunan Kudus melibatkan kurang lebih seribu orang. Kebanyakan yang terlibat adalah warga Desa Kauman dan sekitarnya. Ketika ritual buka luwur makam Sunan Kudus berlangsung, banyak masyarakat yang menunggu dan rela mengantre untuk mendapat air bekas jamasan, kain mori, atau nasi bungkus.
     Masyarakat percaya dan meyakini air bekas jamasan, khususnya kain mori serta nasi bungkus mengandung berkah dan dapat memberikan keselamatan. Kepercayaan yang muncul pada masyarakat Kudus bukannya tidak beralasan. Setiap penjamasan keris Sunan Kudus cuaca pasti timbreng (tidak panas dan tidak hujan). Masyarakat Kudus yang percaya hal tersebut beranggapan bahwa hal itu terjadi karena kesaktian keris Sunan Kudus. Masyarakat Kudus yang mempunyai keris menunggu air bekas jamasan keris Sunan Kudus untuk kemudian dipakai mencuci keris yang dimiliknya.
    Sebagian masyarakat percaya bahwa luwur/kain mori bekas dari makam Sunan Kudus membawa berkah dan rejeki bagi yang mempunyai karena di dalam kain mori tersebut mengalir doa-doa, tahlil, dan bacaan Al-Quran dari peziarah makam Sunan Kudus. Mereka juga beranggapan bahwa kain mori bekas makam Sunan Kudus dapat dijadikan sebagai jimat bagi orang yang menyimpan.
Nasi Jangkrik
   Nasi bungkus (nasi keranjang/sego jangkrik) yang diperoleh pada waktu ritual Buka Luwur dipercaya berkhasiat. Kepercayaan masyarakat Kudus bagi yang makan nasi tersebut akan terjaga kesehatannya. Jika nasi itu dikeringkan dan ditabur di sawah/tanah, maka akan memberikan kesuburan. Nasi yang telah dikeringkan, ditumbuk hingga halus, kemudian dicampur dengan pakan ternak, akan membuat ternak tersebut sehat dan cepat berkembang biak.

Tidak ada komentar:

Translate

Diberdayakan oleh Blogger.