AMPYANG MAULID DESA LORAM KULON

    Berawal dari masjid At-Taqwa Loram Kulon terdapat beragam makna yang terkandung didalamnya seperti sebagai tempat ibadah, bahkan kebudayaan-kebudayaan di dalamnya sangat erat dengan warga disekitarnya. Juga di depan masjid terdapat Gapuro yang memiliki banyak sejarah. Karena gapuro menjadi adat untuk kebudayaan di pulau Jawa khususnya dimana ada masjid, pintunya adalah Gapuro, maka itu menandakan bahwa masjid tersebut buatan orang Wali. Gapuro masjid Loram Kulon adalah hampir sama dengan gapuro masjid Menara Kudus, masjid wali di Jepang Pakis dan di Jati, yakni coraknya yang mengikuti corak Hindu Budha khususnya yang ada di Bali, mengapa demikian? Hal ini dikarenakan para wali sangat bijaksana, karena pada saat itu islam disebarkan oleh para wali khususnya di jawa, sedangkan masyarakat banyak yang beragama Hindu Budha sehingga para wali membuat pintu (Gapuro) masjid seperti pintu tempat ibadah mereka, seandainya dibuat pintu yang belum mereka kenal tentu mereka tidak mau datang ke masjid. Para wali membuat pintu  (Gapuro) seperti tempat ibadah umat Hindu Budha supaya datang ke masjid. Seakan-akan para wali adalah orang yang mau seperti mereka (membuat pintu seperti pintu mereka), sehingga mereka mau datang ke masjid. Jadi ini merupakan suatu taktik atau siasat para wali untuk menarik orang-orang Hindu agar tidak terlalu asing dengan para wali, dan membuat perserupaan tersebut tidak dilarang dalam Islam, karena perserupaan tersebut adalah suatu siasat, dan diantara salah satu budaya di Desa Loram Kulon yang akan saya observasi adalah Ampyang Mauild.





























       Ampyang Maulid dipandang dari sisi etimologi yaitu terdiri dari dua buah kata Ampyang dan Maulid. Ampyang adalah jenis kerupuk yang terbuat dari tepung, berbentuk bulat dengan warna yang beraneka macam, Sedangkan Maulid adalah berasal dari bahasa Arab Walada menjadi bentuk masdar Maulidan yang artinya kelahiran. Jadi Ampyang Maulid dapat diartikan makanan yang beraneka ragam yang ditata atau yang sebagai hiasan dalam suatu wadah, yang diusung oleh Masyarakat pada acara perayaan memperingati hari lahirnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
       Menurut Bapak Muhammad A’lam S.Pd.I, M.Pd.I Ampyang yaitu sebuah acara yang di adakan oleh masyarakat loram yang berbentuk ancak seperti bangunan rumah adat, masjid yang dihiasi dengan indah. Bangunan rumah-rumahan atau masjid-masjidan kecil ini sebagian besar dihiasi (diisi) dengan makanan Ampyang (makanan sejenis krupuk rengginang). 


       Ampyang Maulid adalah tradisi dan kebudayaan umat Islam desa Loram Kulon Kecamatan Jati Kabupaten Kudus yang diadakan untuk memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. Dan adapun para peserta yang mengikuti acara ini meliputi mushola-mushola, serta dukuh-dukuh,dan juga dari madrasah-madrasah, dan organisasi disekitar Loram Kulon. Sedangkan maksudnya untuk dishodaqohkan dan dimakan bersama. Dan Ampyang tersebut akan dikirab/ dibopong keliling kampung dan diarak ke sekitar Desa Loram Kulon untuk memeriahkan Maulid Nabi Muhammad SAW. Kemudian ampyang dibawa keliling-keliling ke warga masyarakat desa Loram Kulon sesuai rute yang telah ditentukan. 
       Selanjutnya, bahwa setelah selesai acara Peringatan Maulid Nabi, maka saat ini atau dalam tahun-tahun ini diadakan penilaian tentang bentuk keindahan dan varisai serta kreativitas dari setiap peserta Ampyang. Serta akan memperoleh atau mendapatkan piala bergilir dari Bapak Kepala Desa Loram Kulon. Karena, dari penilaian tersebut sebagai motivasi masyarakat dalam memperingati dan mempertahankan budaya yang ada di Desa Loram Kulon Jati Kudus. Berawal Tersiarnya Islam di pulau Jawa menurut sejarah banyak terkait dengan tugas-tugas para Wali dalam mempelopori dan menyiarkan agama Islam dikalangan masyarakat Jawa yang meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, hal ini dapat di telusuri melalui jejak para Wali Songo dalam berda'wah.
        Para Wali dalam menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa menggunakan media yang dapat menarik simpatik terhadap masyarakat yang masih awam, bahkan masyarakat yang belum mengenal ajaran Islam, antara lain media yang dipakai adalah seperangkat alat gamelan. Demikian pula Raden Toyib yang bergelar Sultan Hadirin dalam menyebarkan ajaran Islam di Desa Loram Kulon beliau mengunakan pendekatan sosial dengan media yang sangat sederhana tetapi dapat menyentuh hati masyarakat Desa Loram Kulon dan sekitarnya, media tersebut berupa Ampyang Maulid. Dari sinilah kemudian ampyang Maulid menjadi salah satu budayayang ada di Desa Loram Kulon sebagai salah satu, media da'wah yang di Iestarikan sampai sekarang.


        Pelaksanaan Ampyang dimulai setelah Dzuhur dan berkumpul di depan Gapuro Masjid Wali. Dan setelah itu akan dikirab mulai start dan finishnya di depan gapuro Masjid Wali Loram Kulon. Dan setelah itu diadakan acara berjanjenan yang dihadiri oleh Bapak Bupati kudus dan stafnya, Bapak Kepala Desa dan stafnya, dan masyarakat desa loram kulon.
         Dan masyarakat yang menyaksikan ampyang maulid antusiasnya luar biasa sangat mulai dari anak-anak, remaja, dan orang tua. Tidak hanya masyarakat loram saja yang turut menyaksikan melainkan luar Desa Loram dan luar Kabupaten. Setiap para masyarakat yang ditanya tentang kenapa meyaksikan ampyang maulid di Desa Loram masing-masing orang jawbannya sama yaitu ingin mendapat barokah dan syafaatnya dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Masyarakat yang pada menyaksikan disekitar jalan raya atau pinggir jalan merasa gembira dan dengan mengambil dan membagikan makanan dari dalam ampyang sebagai sedekah dengan harapan agar mendapat barokah dan syafa’at dari Nabi Muhammad SAW. Dan pelaksanaan Ampyang maulid itu adalah media para wali-wali Allah dalam menyiarkan Agama Islam yang dipraktekkan oleh Raden Toyib (Sultan Hadirin).
      Melalui fenomena yang telah diuraikan diatas, maka tradisi ampyang yang telah berjalan mepunyai makna tersendiri. Selain menjadi budaya di desa Loram Kulon sendiri, bahkan sekarang menjadi budaya di Kabupaten Kudus, karena sejak zaman dulu hingga sekarang pengurus desa Loram Kulon tidak mempromosikan ke Kabupaten, akan tetapi dari para warga (masyarakat) sendiri yang antusias untuk menyemarakkan acara tersebut.
      Dengan adanya “Ampyang Maulid”, maka dari sesepuh memberi makna agar semua masyarakat khususnya di desa Loram Kulon menghendaki untuk memulyakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, dan anjuran untuk ikhlas dalam bershodaqoh walaupun dengan sebuah kerupuk/rengginang atau satu buah saja. Bahkan rela untuk mengikuti dengan mengahadapi terik matahari, karena pelaksanaan Ampyang di desa Loram Kulon tersebut dimulai setelah Dhuhur tepat, dan bertempat didepan Gapuro Masjid At-Taqwa Loram Kulon. Inilah makna yang terkandung dalam acara tersebut. Dan yang selalu diharapkan dari semua itu yakni agar mendapat syafa’at dari Nabi Muhammad SAW meskipun perayaan tersebut sebagian besar masyarakat turun ke jalan dan di depan masjid dengan berpanas-panasan dan penuh dengan masyarakat yang ada di sekitar yang turut mengikuti demi menyaksikan pelaksanaan Ampyang tersebut. 



 

 

Tidak ada komentar:

Translate

Diberdayakan oleh Blogger.