KARAKTERISTIK PENGAJARAN ILMU PENDIDIKAN ISLAM PADA ABAD PERTENGAHAN

A.     Latar Belakang Masalah
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan peserta didik. Pada dasarnya pendidikan merupakan pondasi dalam membentuk dan membangun sebuah bangsa. Maju dan mundurnya suatu bangsa dapat lihat dari kualitas pendidikan. Bangsa yang memiliki basis pendidikan yang berkualitas akan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga mampu membawa bangsanya menjadi bangsa yang maju dan unggul.
Pendidikan agama Islam, mempunyai karakteristik dan tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu yang lain. Bahkan sangat mungkin berbeda sesuai dengan orientasi dari masing-masing lembaga yang menyelenggarakan. Maka dari itu, suatu lembaga pendidikan diharapkan mampu untuk membawa peserta didik mencapai tujuan dari pendidikan agama Islam itu sendiri, yaitu menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya kepada Allah SWT.
      B.      Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian Karakteristik Pengajaran dalam Pendidikan Islam?
2.      Bagaimanakah Pengajaran Pendidikan Islam pada abad pertengahan?
3.      Siapa saja Tokoh Pengajaran Pendidikan Islam?
4.      Apa sajaMetode-metode Pengajaran dalam Pendidikan Islam ?
5.      Apa saja Nilai-nilai Pengajaran dalam Pendidikan Islam?

PEMBAHASAN
A.     Pengertian Karakteristik Pengajaran Pendidikan Islam
Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).[1]
Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa). Pengajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Pengajaran juga diartikan sebagai interaksi belajar dan mengajar. Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses yang saling mempengaruhi antara guru dengan siswa.
Pendidikan Islam berdasarkan sudut pandang Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal, yang bersuber Al-Qur’an dan As-Sunnah.[2]      Jadi, karakteristik pengajaran pendidikan Islam adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Karakteristik agama Islam dalam visi keagamaannya bersifat toleran, pemaaf, tidak memaksakan, dan saling menghargai karena dalam pluralitas agama tersebut terdapat unsur kesamaan yaitu pengabdian Tuhan.[3]

B.     Perkembangan ilmu pada masa kejayaan Islam
Sejak awal kelahirannya, Islam memberikan penghargaan sangat besar kepada ilmu. kedatangan Nabi Muhammad SAW, yang kedatangannya bersama Islam memberikan cahaya kepada masyarakat yang hidup di zaman Jahiliyah yang penuh dengan keterbelakangan memasuki masyarakat yang berilmu dan beradab. Apabila ditelusuri, maka ilmu berkembang dengan munculnya Islam itu sendiri.  Hal ini berdasarkan wahyu Allah pertama yang disampaikan lewat malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, yang memerintahkan beliau untuk membaca. Wahyu pertama ini menghendaki agar umat Islam senantiasa membaca yang dilandasi dengan bismi Rabbik, dalam arti hasil bacaan dapat bermanfaat bagi kemanusiaan.[4]
Pada masa kejayaan Islam, khusunya pada masa Dinasti Umaiyyah di Spanyol dan Dinasti Abbasiyah di bagdad, ilmu berkembang dengan  pesat. Kemajuan ilmu membawa Islam pada masa keemasan, yang dalam masa yang sama di wilayah-wilayah yang jauh seperti di dunia Barat masih berada dalam abad kegelapan peradaban (dark age).[5]
Dalam sejarah Islam, dikenal nama-nama seperti al Mansur, al Ma’mun dan Harun ar Rasyid yang memberikan perhatian besar pada perkembangan ilmu di dunia Islam.
Pada masa pemerintahan al Mansur, proses penerjemahan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab berkembang dengan pesat. Pada zaman Harun ar Rasyid proses penerjemahan karya filsuf Yunani masih berlangsung, dan ia memerintahkan Yuhanna Ibn Mazawayh yang merupakan seorang dokter istana untuk menerjemahkan buku-buku kuno tentang kedokteran.[6] Penerjemahan ilmu-ilmu lain seperti astronomi, antara lain Siddhanta, sebuah risalah India yang diterjemahkan oleh  Muhammad Ibnu Ibrahim al Fazari pada tahun 806 M,, selanjutnya Siddhanta oleh al Khawarizmi dibuat dalam versi baru dan disertai dengan berbagai komentar.
Pada tahap selanjutnya, pemerintahan al Ma’mun yang berjasa mengembangkan ilmu di dunia islam, membangun baitul hikmah yang terdiri dari perpustakaan, sebuah observatorium dan sebuah depertemen penerjemahan. Orang penting dalam baitul hikmah adalah Hunain yang berjasa menerjemahkan buku-buku karya Plato, Aristoteles, Galenus, Appolonius, dan Archimedes.[7]
Pada zaman keemasan Islam muncul ahli-ahli dalam berbagai bidang ilmu yang menaruh perhatian besar terhadap filsafat Yunani terutama Aristoteles, yang diikuti dengan munculnya filsafat Islam periode pertama yang ditandai dengan munculnya para filsuf muslim, yaitu: al Kindi, ar Razi, al Farabi, Ibnu Sina. Pada periode kedua filsafat Islam, muncul aliran Mu’tazilah. Selanjutnya, al Ghazali yang sangat berpengaruh dalam dunia Islam, yang diberi gelar Hujjatul Islam (benteng Islam), merasa ketidakpuasan terhadap aliran filsafat IslamRasionalisme dan beralih ke lapangan Tasawuf, ia mengarang buku yang berjudul Tahafut al falasifah (kerancuan para filsuf).[8]
Dalam tahap kedua filsafat Islam, muncul ilmuwan muslim yang hidup di Eropa (Spanyol) yaitu pada zaman dinasti Umaiyyah, pada waktu itu Eropa berada dalam zaman kegelapan. Dengan tampilnya filsuf muslim di Eropa, maka ilmu dan peradaban mulai berkembang di Eropa dan terus meningkat. Pada waktu itu ilmuwan muslim yang dikenal adalah Ibnu Bajjah (1100-1138M) dan di Eropa dikenal dengan nama Avempace, Ibnu Thufail (1185M) yang dikenal di barat dengan nama Abubacer dan Ibnu Rusyd (1126-1198M) yang di barat dikenal dengan Avverocce. Ibnu Rusyd menunjukkan sikap pembelaan terhadap aliran rasionalisme dalam filsafat Islam dan ia menulis buku yag berkaitan dengan hal tersebut dengan judul Tahafut at Tahafut (kerancuan kitab). Nama-nama yang dituliskan di atas baru sebagian kecil saja dari para saintis dan juga filosof muslim yang memberikan sumbangan tak ternilai bagi kemajuan ilmu, selain mereka banyak lagi tokoh-tokoh filosof muslim.
Selain adanya  perkembangan ilmu yang dapat dikategorikan ke dalam bidang eksakta, matematika, fisika, kimia, geometrid dan lain sebagainya, sejarah juga mencatat kemajuan ilmu-ilmu keIslaman, baik dalam bidang tafsir, hadis, fiqih, ushul fiqih dan disiplin ilmu keIslaman lainnya. Perkembangan ilmu tafsir dan ‘ulum al Qur’an belum menemukan bentuknya yang konkrit sampai dengan abad ke-3 H, khusus dalam bidang ‘ulum al Qur’an pembahasannya memperlihatkan dua bentuk, yaitu aspek juz’i dan syamil. Dalam bidang hadis , perkembangan ilmu hadis dimulai sejak imam Syafi’I menyusun kitabnya yang bernama ar Risalah., yang memuat problematika sanad dan matan, walaupun tidak demikian terperinci seperti yang dikemukakan oleh ulama sesudahnya. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu hadis semakin diperluas dengan terbagi kedalam dua bentuk yaitu ilmu hadis Riwayah dan Dirayah. Selain dalam bidang al Qur’an dan Hadis, ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih juga mengalami perjalanan panjang hingga terbentuk seperti sekarang ini, seperti ilmu Fiqih menjadi sebuah disiplin ilmu dengan mengalami perjalanan beberapa tahun, mulai dari zaman Rasulullah sampai pada tahun kemunduran dengan jatuhnya Bagdad ke bangsa Tartar.

C.     Pengajaran Ilmu Pendidikan Islam Pada Abad Pertengahan
Pendidikan Abad Pertengahan adalah pendidikan yang dilaksanakan dalam periode abad pertengahan. Kandungan pemikiran Islam bercirikan mempelajari hadits dan membangun sistem-sistem theology dan hukum mereka sendiri di seputarnya, menarik murid-murid dari daerah yang jauh yang mau menimba ilmu pengetahuan dari mereka. Karena itu, ciri utama pertama dari ilmu pengetahuan tersebut adalah pentingnya individu guru. Sang guru, setelah memberikan pelajarannya seluruhnya, secara pribadi memberikan suatu sertifikat (ijazah) kepada muridnya yang kemudian diizinkan untuk mengajar. Banyakilmuwan yang termasyhur bukanlah produk madrasah-madrasah, tetapi adalah bekas-bekas murid informal dari guru-guru individual. Berkaitan erat dengan pentingnya guru secara sentral ini adalah fenomena yang dikenal sebagai ‘mencari ilmu’ (tholabul ‘ilm).
Sistem madrasah, yang secara luas didasarkan pada sponsor dan kontrol negara, umumnya telah dipandang sebagai sebab kemunduran dan kemacetan ilmu pengetahuan dan kesarjanaan Islam. Tetapi madrasah dengan kurikulumnya yang terbatas, hanyalah gejala, bukan sebab sebenarnya dari kemunduran ini, walaupun, tentu saja, ia mempercepat dan melestarikan kemacetan tersebut. Tetapi sebab sebenarnya dari penurunan kualitas ilmu pengetahuan Islam adalah kekeringan yang gradual dari ilmu-ilmu keagamaan karena pengucilannya dari kehidupan intelektualisme awam yang juga kemudian mati. Dari penentangan mereka yang berhasil terhadap kaum mu’tazilah dan syi’ah, para ‘ulama’ telah memperoleh pengalaman dalam mengembangkan ilmu-ilmu tersebut. Ini tidak hanya mempunyai hubungan dengan faktor yang relatif eksternal, yaitu sistem sekolah yang secara fisik jadi terisolir dari oposisi. Bahkan yang lebih penting lagi adalah cara dimana isi dari ilmu-ilmu ortodoks tersebut dikembangkan, hingga dapat diisolir dari kemungkinan tantangan dan oposisi.[9]

D.     Tokoh pengajaran ilmu pendidikan Islam pada abad pertengahan
Salah satu tokoh-tokoh  pendidikan Islam dan metode pembelajarannya dalam abad pertengahan adalah sebagai berikut :
a.       Burhanuddin Az-Zarnuji
Nama lengkapnya adalah Burhanuddin al-Islam Az-Zarnuji. Di kalangan ulama’ belum ada kepastian mengenai tanggal kelahirannya. Adapun mengenai kewafatannya, setidaknya ada dua pendapat yang dapat dikemukakan disini. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa Burhanuddin Az-Zarnuji wafat pada tahun 591 H/1195 M. Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa ia wafat pada tahun 840 H/1243 M. Sementara itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa Burhanuddin hidup semasa dengan Rida ad-Din an-Naisaburi yang hidup antara tahun 500-600 H.
Konsep pendidikan yang dikemukakan Az-Zarnuji secara monumental dituangkan dalam karyanya Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum. Kitab ini banyak diakui sebagai suatu karya yang jenial dan monumental serta sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab ini banyak pula dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karya-karya ilmiah terutama dalam bidang pendidikan.
Dalam segi metode pembelajaran yang dimuat Az-Zarnuji dalam kitabnya itu meliputi dua kategori. Pertama, metode yang bersifat etik dan kedua metode yang bersifat strategi. Metode yang bersifat etik antara lain mencakup niat dalam belajar, sedangkan metode yang bersifat teknik strategi meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam belajar.
b.      Ibn Jama’ah
Nama lengkapnya adalah Badruddin Muhammad ibn Ibrahim ibn Sa’ad Allah ibn Jama’ah ibn Hazim ibn Shakhr ibn Abdullah al-Kinany. Ia lahir di Hamwa, Mesir pada malam sabtu tanggal 4 Rabiul Akhir 639 H/1241 M dan wafat pada pertengahan malam akhir hari senin tanggal 21 Jumadil Ula tahun 733 H/1333 M dan dimakamkan di Qirafah, Mesir. Dengan demikian usianya 64 tahun 1 bulan 1 hari.
Konsep pendidikan yang dikemukakan Ibn Jama’ah secara keseluruhan dituangkan dalam karyanya Tadzkirat as-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Didalam buku tersebut Ibn Jama’ah mengemukakan tentang keutamaan ilmu pengetahuan dan orang-orang yang mencarinya, etika orang-orang yang berilmu termasuk para pendidik, kewajiban guru terhadap peserta didik, mata pelajaran, etika peserta didik, etika dalam menggunakan literatur serta etika tempat tinggal bagi para guru dan murid.


E.      Metode-metode Pengajaran Ilmu Pendidikan Islam :
Pada masa dinasti Abbasiyah metode pendidikan yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu :
1)      Metode lisan (dikte, ceramah, qiraah dan diskusi)
Metode dikte adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan dikte ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki. Metode ceramah adalah guru menjelaskan dan murid mendengarkan. Metode qiraah  biasanya digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.
2)      Metode menghafal (ciri umum pendidikan pada masa ini)
Murid-murd harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka.
3)      Metode tulisan (pengkopian karya ulama)
Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkopian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu murid semakin meningkat.[10]
Konsep Ibn Jama’ah tentang metode pembelajaran banyak ditekankan pada hafalan ketimbang dengan metode lain. sebagaimana dikatakan bahwa hafalan sangat penting dalam proses pembelajarannya, sebab ilmu yang didapat bukan dari tulisan di buku melainkan dengan pengulangan secara terus-menerus.
Metode hafalan memang kurang memberikan kesempatan kepada akal untuk mendayagunakan secara maksimal dalam penajaman proses berfikir. Namun, disisi lain hafalan sesungguhnya menantang kemampuan memori akal untuk selalu aktif dan konsentrasi dengan pengetahuan yang didapat.
Selain dengan metode pembelajaran ini, Ibn Jama’ah tampak juga menekankan tentang pentingnya menciptakan kondisi yang mendorong timbulnya kreativitas para siswa. Menurut Ibn Jama’ah bahwa kegiatan belajar tidak hanya digantungkan sepenuhnya pada pendidik selaku orang yang memberikan informasi dan ilmu pengetahuan, melainkan juga pada anak didik. Bagi Ibn Jama’ah peserta didik dapat diposisikan sebagai subyek pendidikan. Untuk itu, perlu diciptakan peluang-peluang yang memungkinkan dapat mengembangkan daya kreasi dan daya intelek peserta didik oleh peserta didik itu sendiri, disamping peranan yang dilakukan oleh orang lain.

F.      Nilai-nilai pengajaran yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan antara lain :
a.       Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b.      Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadi dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan perbuatan.
c.       Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya.
d.      Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh kepada berbagai ketentuan dan peraturan.
e.       Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f.       Kreatif
Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g.       Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h.      Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak kewajiban dirinya dan orang lain.
i.        Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
j.        Semangat Kebangsaan
Cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k.      Cinta Tanah Air
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,sosial, budaya, ekonomi, politik, dan bangsa.
l.        Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasila orang lain.
m.    Bersahabat atau komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
n.      Cinta Damai
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o.      Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p.      Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
q.      Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan mesyarakat yang membutuhkan.
r.        Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa.[11]

BAB III
PENUTUP
       A.     Kesimpulan
Karakteristik pengajaran pendidikan Islam adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa tentang nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang ideal yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Salah satu tokoh-tokoh  pendidikan Islam dan metode pembelajarannya dalam abad pertengahan adalah sebagai berikut -
a.  Burhanuddin Az-Zarnuji 
b.    Ibn Jama’ah
Pada masa dinasti Abbasiyah metode pendidikan yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu : 
1.  Metode lisan (dikte, ceramah, qiraah dan diskusi)
2.  Metode menghafal (ciri umum pendidikan pada masa.
3.  Metode tulisan (pengkopian karya ulama)
Nilai-nilai pengajaran dalam Pendidikan Islam yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, krja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, mengahargai prestasi, bersahabat atau berkomunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.


DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Hamdani dkk. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : Pustaka Setia.
Nata, Abuddin. 2010. Metodologi Studi Islam. Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada.
Rahman, Fazlur. 1984. ISLAM. Bandung: Pustaka.
Syafry, Ulil Amri. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an. Jakarta : Rajawali.
Tantowi,Ahmad.2009. Pendidikan Islam di Era Transformasi Global. Semarang : PT Pustaka Rizki Putra.
Rahmat,Aceng dkk, 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta : Kencana.
Bakhtiar, Amsal.2004. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada
Suwito dkk, 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam.  Jakarta: Prenada Media,



[1] Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Pendidikan karakter Perspektif Islam, (Bandung Pustaka Setia. 2013). Hlm:30
[2]Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra. 2009). Hlm.07
[3]Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2010). Hlm. 77
[4] Aceng Rahmat dkk, Filsafat Ilmu Lanjutan. (Jakarta:Kencana, 2011), h. 119
[5] Ibid
[6] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu. (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2004), h. 40
[7] ibid
[8] Aceng Rahmat dkk, Op. Cit, h. 121
[9] Fazlur Rahman,  ISLAM, Pustaka, Bandung, 1984, hlm. 269-271

[10] Suwito dkk, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 14
[11]Ulil Amri syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta : Rajawali, 2012). Hlm xi-xiii

Tidak ada komentar:

Translate

Diberdayakan oleh Blogger.