KERAJAAN DEMAK

     Berdirinya Kerajaan Demak berawal dari runtuhnya Kerajaan Majapahit. Melemahnya pimpinan pemerintahan Kerajaan Majapahit atas daerah-daerah pesisir utara Jawa menyebabkan melatar belakangi berdirinya Kerajaan Demak.  Daerah-daerah pesisir, seperti Tuban dan Cirebon sudah mendapat pengaruh Islam. Dukungan daerah perdagangan yang kuat ini sangat berpengaruh bagi pendirian Kerajaan Demak sebagai Kerajaan Islam yang merdeka dari Majapahit atau terbebas dari Pemerintahan Majapahit.


    Raja pertama Kerajaan Demak adalah Raden Patah. Ia memrintah selama kira-kira 18 tahun dari tahun 1500-1518 M. Pada masa pemerintahannya, Agama Islam mengalami masa  perkembangan pesat. Hal ini dimungkinkan karena gencarnya kegiatan dakwah yang dilakukan oeh para walidan bantuan dari daerah-daerah pesisir seperti Tuban dan Cirebon. Raden Patah bergelar  Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang  Sayidin Panatagama. Pengangkatan Raden Patah sebagai Raja Demak dipimpin langsung oleh Sunan Ampel Denta dan didukung oleh anggota wali lainnya. Pada masa pemerintahannya wilayah Kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembnagn, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Pada masa pemerintahannya dibangunlah Masjid Agung Demak yng dibantu oleh para waliyullah dan sunan sahabat Kerajaan Demak.

      Pada waktu Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511 M, Raden Patah mengirim prajuritnya untuk membantu Kerajaan Malaka. Jatuhnya Kerajaan Malaka menyebabkan putusnya jalur perdagangan nasional pada waktu itu. Untuk itu, yang dikirim oleh Raden Patah adalah putranya yaitu Pati Unus dan para anak buahnya untung meyerang Portugis di Kerajaan Malaka. Namun, usaha itu tidak berhasil. Raden Patah meninggal pada tahun 1518 M, setelah itu ia digantikan oleh putranya. Namun Pati Unus hanya memrintah Kerajaan Demak kurang lebih dari 3 tahun. Pati Unus meninggal pada tahun 1522 M dalam usahanya mengusir Portugis dari Kerajaan Malaka. Dan setelah Pati Unus meninggal pemerintahan Kerajaan Demak di pimpin oleh Sultan Trenggono sudara dari Pati Unus dan menjadi Raja ke-III dan merupakan raja Demak terbesar. Sultan Trenggono dilantik oleh Sunan Gunung Jati. Ia memerintah Demak dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.

       Pada masa kepemimpinan pemerintahan Sultan Trenggono, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya, Agama Islam lebih berkembang dan luas di Nusantara. Sultan Trenggono mengirim Raden Fatahillah ke daerah Banten, dalam perjalannya ke Banten beliau (Raden Fatahillah) singgah (berkunjung) dahulu ke daerah Cirebon untuk menemui Raden Syarif Hidayatullah. Bersama-sama dengan pasukan Kesultanan Cirebon, Raden Fathillah kemudian dapat menaklukkan daerah Banten dan Pajajaran. Sultan Trenggono juga memperluas daerah kekuasaan Kerajaan Demak sampai ke Jawa Tengah bagian daerah selatan dan sekitar Jawa Timur. Namun, dalam usahanya menguasai daerah Pasuruan pada tahun 1546, Sultan Trenggono gugur di peperangan sebelum sempat menguasai daerah Pasuruan dan Blambangan. Setelah wafatnya Sutan Trenggono, Kerajaan Demak mengalami kemunduran dikarenakan tidak ada Raja yang memimpin dan karena terjadinya perebutan kekuasaan antar saudara. Perebutan takhta Kerajaan Demak ini antara Sunan Prawoto dan Raden Arya Panangsang. Arya Panangsang adalah Bupati dari daerah Jipang/Bojonegoro yang merasa lebih berhak menjadi penguasa (Raja) di Kerajaan Demak. Perebutan kekuasaan ini berkembang menjadi konflik berdarah dengan terbunuhnya Sunan Prawoto dan Pangeran Hadiri oleh Arya Panangsang.
      Namun, usaha Arya Panangsang menjadi Sultan Demak dihalangi oleh Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggono.  Jaka Tingkir mendapat dukungan dari para tetua Demak seperti, Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi. Konflik berdarah ini menjadi perang saudara, dalam pertempuran itu Arya Panangsang terbunuh sehingga takhta Kerajaan Demak jatuh ke tangan Jaka Tingkir. Setela terjadinya perang saudar, Jaka tingkir menjadi Raja Kerajaan Demak dan bergelar Sultan Hadiwijaya. Ia kemudian memindahkan pusat Kerajaan Demak ke daerah Pajang.
          

       Kerajaan Demak membangun basis perekonomian dari pertanian yang menghasilkan baha pangan seperti beras. Basis perekonomian ini kemudian berkembang setelah Kerajaan Demak memeperluas wilayahnya dengan menaklukan banyak pelabuhan penting di pantai utara Jawa sepeti : Jepara, Tuban, Sedayu, dan Gresik.  Jalur perdagangan pun terbentuk, dengan poros Pelabuhan Malaka, Demak, Makassar. Setelah Malaka dikuasai Portugis, arus perdagangan yang selama ini ramai melewati Demak menjadi sepi karena pelayaran harus menyusuri pantau barat Sumatra.
     Pengaruh budaya dan Agama Islam tersebar luas di Kerajaan Demak berkat bantuan dari para waliyullah. Para wali sangat aktif menyebarkan Islam tidak hanya di Pulau Jawa tetapi juga daerah seperti : Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Salah satu peninggalan Kerajaan Demak adalah Masjid Demak. Dan didalam Masjid Demak terdapat beberapa tiang, dan salah satu tiangnya utamanya adalah terbuat dari pecahan kayu-kayu disebut  Saka Tatal. Selain itu, tradisi yang masih berkembang  hingga saat ini khususnya di Yogyakarta dan Cirebon adalah Sekaten. Tradisi ini diciptakan oleh Sunan Kalijaga untuk menarik banyak masyarakat Demak agar memeluk Agama Islam.   

Tidak ada komentar:

Translate

Diberdayakan oleh Blogger.